BAB I
PENDAHULUAN
A.
SEJARAH
SINGKAT
Ubi kayu atau ketela pohon atau Cassava sudah lama dikenal dan ditanam
oleh penduduk di dunia. Hasil penelusuran para pakar botani dan pertanian
menunjukkan bahwa tanaman ubi kayu berasal dari kawasan benua Amerika beriklim
tropis. Nikolai Ivanovich Vavilov seorang ahli botani Soviet, memastikan
sentrum (tempat asal) tanaman ubi kayu adalah Berazil (Amerika Selatan).
Penyebaran pertama kali ubikayu terjadi
antar lain, ke Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok dan beberapa negara yang
terkenal daerah pertaniannya. Selanjutnya tanaman ubi kayu masuk ke wilayah
Indonesi kurang lebih pada abad ke-18. Tepatnya pada tahun 1852 yang
didatangkan dari Suriname untuk dikoleksikan di Kebun Raya Bogor.
Penyebaran tanaman ubi kayu ke seluruh
wilayah Nusantara terjadi pada tahun 1914 – 1918. Waktu itu Indonesi kekurangan
bahan pangan (makanan) beras, sehingga sebagai alternatif pengganti makanan
pokok diperkenalkanlah ubi kayu. Pada tahun 1986 indonesi menjadi negara
penghasil ubi kayu terbesar ke-5 di dunia.
Indonesia menjadikan ubi kayu sebagai
makanan pokok no tiga setelah pad dan jagung. Penyebaran tanaman ubi kayu
meluas kesemua profinsi di Indonesia. Daerah sentrum produksi ubi kayu yang
masuk lima besar terluas areal panennya tahun 1991 adalah provinsi Jawa Timur
(295,244 ha), Jawa Tengah (272,912 ha), Jawa Barat (160,215 ha), Lampung
(144,487 ha), dan NTT (73,929 ha).
Potensi ubi kayu sebagai bahan pangan
yang sangkil didunia ditunjukkan dengan fakta bahwa tiap tahun 300 juta ton ubi
– ubian dihasilkan dunia dan dijadikan bahan makanan sepertiga penduduk di
negara – negara tropis. Sekitar 45% dari total produksi ubi – ubian dunia
langsung dikonsumsi oleh produsen sebagai sumber kalori di beberapa negara.
B.
RUMUSAN
MASALAH
- Seperti
apa taksonomi dan morfologi ubi kayu ?
- Apa
saja varietas ubi kayu ?
- Bagaimana
cara budidaya tanaman ubu kayu ?
- Hama
dan penyakit apa saja yang menyerang tanaman ubi kayu, serta bagaimana
pengendaliannya ?
- Bagaimana
cara panen dan pasca panen ubi kayu ?
C.
TUJUAN
PENULISAN
- Mengetahui
taksonomi dan morfologi ubi kayu.
- Mengetahui
jenis varietas ubi kayu.
- Mengetahui
cara budidaya tanaman ubu kayu.
- Mengetahui
hama dan penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu, serta cara pengendaliannya.
- Mengetahui
cara panen dan pasca panen ubi kayu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TAKSONOMI
DAN MORFOLOGI
Ubi
kayu memiliki banyak naman daerah, diantaranya adalah ketela pohon, singkong,
ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin, telo jenderal (Jawa),
sampeu, huwi dangdeur, huwi jendral (Sunda), kasbek (Ambon), dan ubi perancis
(Padang).
Tanaman
ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Manihot
Spesies : Manihot esculenta Crantz. sin. Utilissima
Pohl.
Batang
tanaman ubi kayu berkayu, beruas – ruas, dan panjang, yang ketinggiannya dapat
mencapai 3 meter atau lebih. Warna batang bervariasi, tergantung kulit luar,
tetapi batang yang masih muda pada umumnya berwarna hijau dan setelah tua
berubah menjadi keputih – putihan, kelabu, hijau kelabu, atau coklat kelabu.
Empulur batang berwarna putih, lunak, dan strukturnya empuk seperti gabus.
Daun
ubi kayu mempunyai susunan berurat menjari dengan canggap 5 – 9 helai. Daun ubi
kayu biasanya mengandung racun asam sianida atau asam biru, terutama daun yang
masih muda (pucuk).
Bunga
tanaman ubi kayu termasuk monoeceus (berumah
satu) dan proses penyerbukannya bersifat silang. Penyerbukan tersebut akan
menghasilkan buah yang bebentuk agak bulat, didalamnya berkotak – kotak berisi
3 butir biji. Di dataran rendah, tanaman ubi kayu jarang berbuah. Biji ubi kayu
digunakan sebagai bahan perbanyakan generatif, terutama dalam skala penelitian
atau pemuliaan tanaman.
Ubi kayu yang terbentuk
merupakan akar yang berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat cadangan
makanan. Bentuk ubi kayu biasanya bulat memanjang, daging ubi mengandung zat
pati, berwarna putih gelap atau kuning gelap, dan tiap tanaman dapat
menhasilkan 5 – 10 ubi. Ubi mengandung asam sianida berkadar rendah sampai
tinggi.
B.
VARIETAS
Tiap varietas ubi kayu
mempunyai karakteristik tersendiri, terutama dalam penampilan morfologi
tanaman, seperti daun, batang, dan ubi. Deskripsi beberapa varietas ubi kayu
dapat disimak dibawah ini :
ADIRA
1
Dilepas
tahun : 1978
Nomor
seleksi klon : W-78
Asal
:
Persilangan Mangi/Ambon, Bogor 1957
Hasil
rata-rata : 22
t/ha umbi basah
Umur
:
7–10 bulan
Tinggi
batang : 1–2 m
Bentuk
daun : Menjari
agak lonjong
Warna
pucuk daun : Coklat
Warna
tangkai daun : Merah
(bagian atas), Merah muda (bagian bawah)
Warna
batang muda : Hijau muda
Warna
batang tua : Coklat
kuning
Warna
kulit umbi : Coklat
(bagian luar), Kuning (bagian dalam)
Warna
daging umbi : Kuning
Kualitas
rebus : Baik
Rasa
:
Enak
Kadar
tepung : 45%
Kadar
protein :
0,5% (basah)
Kadar
HCN : 27,5 mg
Ketahanan
thd hama : Agak tahan tungau
merah (Tetranichus bimaculatus)
Ketahanan thd
penyakit : Tahan terhadap bakteri
hawar daun, Pseudomon solanacearum,
dan Xanthomonas manihotis
ADIRA
2
Dilepas
tahun : 1978
Nomor
seleksi klon : W-236
Asal
:
Persilangan Mangi/Ambon, Bogor 1957
Hasil
rata-rata : 22
t/ha umbi basah
Umur
:
8–12 bulan
Tinggi
batang : 2–3 m
Bentuk
daun : Menjari
agak lonjong dan gemuk
Warna
pucuk daun : Ungu
Warna tangkai
daun : Merah muda (bagian
atas), Hijau muda (bagian bawah)
Warna tulang
daun : Merah muda
(bagian atas), Hijau muda (bagian bawah)
Warna
batang muda : Hijau muda
Warna
batang tua : Putih
coklat
Warna kulit umbi : Putih coklat (bagian luar),
Ungu muda (bagian dalam)
Warna
daging umbi : Putih
Kualitas
rebus :
Baik
Rasa
:
Agak pahit
Kadar
tepung : 41%
Kadar
protein : 0,7%
(basah)
Kadar
HCN : 124 mg/kg
Ketahanan thd
hama : Cukup tahan tungau
merah (Tetranichus bimaculatus)
Ketahanan thd
penyakit : Tahan penyakit layu (Pseudomonas solanacearum)
ADIRA
4
Dilepas
tahun : 1987
Nomor
seleksi klon : W-31
Asal :
Persilangan bebas, induk betina BIC 528 (MUARA)
Hasil
rata-rata : 35
t/ha
Umur
: 10
bulan
Tinggi
batang : 1,5–2,0
m
Bentuk
daun : Biasa,
agak lonjong
Warna
pucuk daun : Hijau
Warna tangkai
daun : Bagian atas merah
kehijauan (muda hijau kemerahan), Bagian bawah hijau muda
Warna tulang
daun : Bagian atas merah
muda, Bagian bawah hijau muda
Warna
batang muda : Hijau
Warna
batang tua : Abu-abu
Warna
kulit umbi : Coklat
(bagian luar), Ros (bagian dalam)
Warna
daging umbi : Putih
Kualitas
rebus :
Bagus tetapi agak pahit
Rasa
:
Agak pahit
Kadar
tepung : 18–22%
Kadar
protein : 0,8–22%
Kadar
HCN : ± 68
mg/100 g
Ketahanan thd
hama : Cukup tahan tungau
merah (Tetranichus bimaculatus)
Ketahanan thd
penyakit : Tahan terhadap Pseudomonas solanacearum dan Xanthomonas manihotis
MALANG
1
Dilepas
tanggal : 3 November
1992
SK
Mentan :
623/Kpts/TP.240/11/92
Nomor
seleksi : MLG
10212
Asal
:
Hasil persilangan CM 1015 19 x CM 849-1
Potensi
hasil : 36,5
(24,3–48,7) t/ha umbi segar
Umur
tanaman : 9–10
bulan
Tinggi
batang : 1,5–3,0
m
Bentuk
daun : Menjari
agak gemuk
Warna
pucuk daun : Hijau
keunguan
Warna tangkai
daun tua : Bagian atas hijau
kekuningan dengan becak merah ungu dibagian pangkal bagian bawah hijau
kekuningan dengan becak merah ungu di bagian pangkal
Warna
batang muda : Hijau muda
Warna
batang tua : Hijau
keabu-abuan
Warna kulit umbi
: Putih kecoklatan
(bagian luar) Putih kecoklatan (bagian dalam)
Warna
daging umbi : Putih
kekuningan
Kualitas
rebus :
Baik
Rasa
:
Enak (manis)
Kadar
tepung : 32–36%
Kadar
protein : 0,5%
(umbi segar)
Kadar
HCN : <40
mg/kg (metode asam pikrat)
Ketahanan
thd hama : Toleran tungau
merah (Tetranichus sp.)
Ketahanan
thd penyakit : Toleran becak daun
(Cercospora sp.)
Keterangan
: Daya adaptasi
cukup luas
Pemulia : Koes
Hartojo, Yudi Widodo, Soemarjo Puspodarsono, dan Bambang Guritno
MALANG
2
Dilepas
tanggal : 3 November
1992
SK
Mentan :
624/Kpts/TP.240/11/92
Nomor
seleksi : MLG
10209
Asal
:
Hasil persilangan CM 922-2 x CM 507-37
Potensi
hasil : 31,5
(20–42) t/ha umbi segar
Umur
tanaman : 8–10
bulan
Tinggi
batang : 1,5–3,0
m
Bentuk
daun : Menjari
dengan cuping sempit
Warna
pucuk daun : Hijau muda
kekuningan
Warna tangkai
daun tua : Bagian atas hijau muda
kekuningan muda, bagian bawah hijau
Warna
batang muda : Hijau muda
Warna
batang tua : Coklat
kemerahan
Warna kulit umbi
: Coklat kemerahan
(bagian luar) Putih kecoklatan (bagian dalam)
Warna
daging umbi : Kuning muda
Kualitas
rebus :
Baik
Rasa
:
Enak (manis)
Kadar
tepung : 32–36%
Kadar
protein : 0,5%
(umbi segar)
Kadar
HCN : <40
mg/kg (metode asam pikrat)
Ketahanan
thd hama : Agak peka tungau
merah (Tetranichus sp.)
Ketahanan thd
penyakit : Toleran becak daun (Cercospora sp.) dan hawar daun (Cassava Backterial Blight)
Pemulia : Yudi Widodo,
Koes Hartojo, Soemarjo Puspodarsono, dan Bambang Guritno
DARUL
HIDAYAH
Dilepas
tahun : 4
November 1998
SK
Mentan :
867/Kpts/TP.240/11/98
Nama
daerah : Ubikayu
lokal Darul Hidayah
Asal tanaman : dari biji hasil
okulasi antara ubikayu lokal sebagai batang atas (Scion) dengan ubi kayu karet
sebagai batang bawah (stock)
Potensi
hasil : 102,10
t/ha umbi segar
Umur
panen : 8–12
bulan
Tinggi
tanaman : 3,65 m
Bentuk
daun : Menjari
agak ramping
Tipe tajuk : Bercabang
sangat ekstensif hingga cabang keempat
Warna pucuk daun
: Hijau agak kekuningan
Warna
tangkai daun tua : Merah
Warna
batang muda : Hijau
Warna
batang tua : Putih
Kulit air batang
: Tipis mudah
mengelupas (tidak tahan disimpan lama)
Warna kulit umbi
: Putih kecoklatan
(bagian luar), Merah jambu (bagian dalam)
Warna
daging umbi : Putih
Tekstur
daging umbi : Padat
Bentuk
umbi : Memanjang
Kualitas
rebus :
Baik
Rasa : Kenyal
seperti ketan (baik untuk pembuatan keripik)
Kadar
pati :
25,0–31,5%
Kadar
air :
55,0–65,0%
Kadar
serat : 0,96%
Kadar
abu : 0,67%
Kadar
HCN : Rendah
(<40 mg/kg dengan metode asam pikrat)
Ketahanan
thd hama : Agak peka tungau
merah (Tetranichus sp.)
Ketahanan
thd penyakit : Agak peka busuk
jamur(Fusarium sp.)
Pemulia : Abdul Jamil,
Muchlizar Murkan, Syahrin Mardik, Salam ZA, dan Koes Hartojo
UJ-3
Dilepas
tahun : 2000
Nama
daerah :
Rayong-6
Asal
:
Introduksi dari Thailand
Potensi
hasil : 20–35
t/ha umbi segar
Umur
panen : 8–10
bulan
Tinggi
tanaman : 2,5–3,0 m
Bentuk
daun : Menjari
Warna
pucuk daun : Hijau muda
kekuningan
Warna
petiole : Kuning
kemerahan
Warna
kulit batang : Hijau
merah kekuningan
Warna
batang dalam : Kuning
Warna
umbi : Putih
kekuningan
Warna
kulit umbi : Kuning
keputihan
Ukuran
tangkai umbi : Pendek
Tipe
tajuk :
>1 m
Bentuk
umbi :
Mencengkeram
Bentuk
daun : Menjari
Rasa
umbi : Pahit
Kadar
pati :
20,0–27,0%
Kadar
air :
60,63%
Kadar
abu : 0,13%
Kadar
serat : 0,10%
Ketahanan
thd penyakit : Agak tahan CBB
(Cassava Bacterial Blight)
Peneliti/pengusul
: Palupi Puspitorini,
Fauzan, Muchlizar Murkan, Syahrin Mardik, Koes Hartojo
UJ-5
Dilepas
tahun : 2000
Nama
daerah : Kasetsart-50
Asal
:
Introduksi dari Thailand
Potensi
hasil : 25–38
t/ha umbi segar
Umur
panen : 9–10
bulan
Tinggi
tanaman : >2,5 m
Bentuk
daun : Menjari
Warna
pucuk daun : Coklat
Warna
petiole : Hijau
muda kekuningan
Warna
kulit batang : Hijau
perak
Warna
batang dalam : Kuning
Warna
umbi : Putih
Warna
kulit umbi : Kuning
keputihan
Ukuran
tangkai umbi : Pendek
Tipe
tajuk :
>1 m
Bentuk
umbi :
Mencengkeram
Rasa
umbi : Pahit
Kadar
pati :
19,0–30,0%
Kadar
air :
60,06%
Kadar
abu : 0,11%
Kadar
serat : 0,07%
Ketahanan
thd penyakit : Agak tahan CBB
(Cassava Bacterial Blight)
Peneliti/pengusul
: Palupi Puspitorini,
Fauzan, Muchlizar Murkan, Syahrin, Mardik, Koes Hartojo
MALANG
4
Dilepas
tanggal : 22 Oktober
2001
SK
Mentan :
524/Kpts/TP.240/10/2001
Nomor
klon : OMM
90-6-72
Nomor
induk : MLG 235
Asal
:
Silang terbuka dari induk betina ADIRA 4
Hasil
rata-rata : 39,7
t/ha
Umur
panen : 9 bulan
Tinggi
batang : >2 m
Tipe
percabangan : Tidak bercabang
Warna
daun muda : Ungu
Warna
daun tua : Hijau
Warna
tangkai daun : Hijau
Warna
batang : Keunguan
Warna
kulit umbi : Coklat
(bagian luar), kuning (bagian dalam)
Warna
daging umbi : Putih
Ukuran
umbi : Besar
Bentuk
daun : Menjari
dengan lamina gemuk
Kualitas
rebus :
Baik
Rasa
:
Pahit
Kadar
pati :
25–32%
Kadar
HCN : >100
ppm (metode asam pikrat)
Ketahanan
thd hama : Agak tahan tungau
merah (Tetranichus sp.)
Keterangan : Adaptif terhadap
hara suboptimal Pemulia : Koes Hartojo, Yudi Widodo, dan Titik Sundari
MALANG
6
Dilepas
tanggal : 22 Oktober
2001
SK
Mentan :
523/Kpts/TP.240/10/2001
Nomor
klon : CMM
95066-1
Nomor
induk : MLG 245
Asal : Silang
tunggal dari induk betina MLG 10071 dengan jantan MLG 10032
Hasil
rata-rata : 36,41
t/ha
Umur
panen : 9 bulan
Tinggi
batang : >2 m
Tipe
percabangan : Bercabang
Bentuk
daun : Menjari
dengan lamina gemuk
Warna
daun muda : Ungu muda
Warna
daun tua : Hijau
Warna
tangkai daun : Hijau muda
Warna
batang : Abu-abu
Warna
kulit umbi : Putih
(bagian luar), kuning (bagian dalam)
Warna
daging umbi : Putih
Ukuran
umbi : Sedang
Kualitas
rebus :
Baik
Rasa
:
Pahit
Kadar
pati :
25–32%
Kadar
HCN : >100
ppm (metode asam pikrat)
Ketahanan
thd hama : Agak tahan tungau
merah (Tetranichus sp.)
Keterangan
: Adaptif
terhadap hara suboptimal
Pemulia
: Koes
Hartojo, Sholihin, dan Titik Sundari
Litbang
UK-2
Dilepas
tanggal : 3 Juli
2012
SK
Mentan :
2427/Kpts/SR.120/7/2012
Asal :
Turunan dari hasil persilangan terbuka dengan tetua betina MLG 10.006 Tinggi
tanaman : ±230 cm
Warna
batang tua : Coklat
gelap keabu-abuan
Warna
batang muda : Hijau
Warna
daun muda : Hijau muda
agak sedikit kecoklatan
Warna
daun tua : Hijau
Warna
tangkai daun : Bagian atas
: kombinasi antara merah dan hijau muda
Bagian bawah : kombinasi antara merah kehijauan
dan hijau muda
Warna
kulit luar umbi : Coklat
Warna
kulit dalam umbi : Kuning
kecoklatan/krem
Warna
daging umbi : Putih
Ukuran
umbi : Sedang
Tipe
percabangan : Tidak
bercabang
Umur
panen : 9–10
bulan
Potensi
hasil : 60,4
t/ha
Rata-rata
hasil : 42,2 t/ha
Kadar
pati :
17,79% bb a dan 31,21% bb b
Kadar
abu : ±2,06%
basis kering b)
Kadar
HCN : 31,02 ppm
bb
Kadar
serat : 1,28%
bk
Kebutuhan
umbi segar untuk mendapatkan 1 liter bioetanol 96% : 4,52 kg
Potensi
hasil bioetanol 96% : ±14,472 ltr/ha
Rata-rata
hasil bioetanol 96% : 10,122 ltr/ha
Ketahanan
terhadap hama : Agak tahan hama tungau
Ketahanan terhadap
penyakit : Agak tahan penyakit busuk
akar/umbi (Fusarium spp.)
Pemulia
:
Sholihin dan Titik Sundari
Peneliti : A. Munip,
E. Ginting, S.W. Indiati, dan M. Rahayu
Teknisi
:
Wisnu Unjoyo dan Gatot Santoso
Pengusul : Balitkabi
(sumber
: BALITKABI 1978 – 2012)
C.
SYARAT
TUMBUH
Curah hujan
yang sesuai untuk tanaman ubi kayu antara 1.500 – 2.500 mm/tahun. Kelembaban
udara optimal untuk tanaman ubi kayu antara 60-65%, dengan suhu udara minimal
bagi tumbuhnya sekitar 10oC. Jika suhunya dibawah 100C,
pertumbuhan tanaman akan sedikit terhambat. Selain itu, tanaman menjadi kerdil
karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna. Sinar matahari yang dibutuhkan
bagi tanaman ubi kayu sekitar 10 jam/hari, terutama untuk kesuburan daun dan
perkembangan umbinya.
Tanah yang
paling sesuai untuk ubi kayu adalah tanah yang berstruktur remah, gembur, tidak
terlalu liat dan tidak terlalu poros, serta kaya bahan organik. Tanah dengan
struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia,
dan mudah diolah. Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ubi kayu adalah jenis
aluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol, dan andosol.
Derajat
kemasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ubi kayu berkisar antara 4,5 –
8,0 dengan pH ideal 5,8. Umumnya tanah di Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu
berkisar 4,0 – 5,5, sehingga seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya
tanaman ubi kayu.
Ketinggian
tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ubi kayu antara 10-700 m dpl,
sedangkan toleransinya antara 10-1.500 m dpl. Jenis ubi kayu tertentu dapat
ditanam pada ketinggian tempat teretentu untuk dapat tumbuh optimal.
D.
BUDIDAYA
TANAMAN UBI KAYU
1.
Penyiapan
Bahan Tanam (Bibit)
Ubi kayu
diperbanyak dengan setek batang. Setek batang diperoleh dari hasil panenan
tanaman sebelumnya. Setek diambil dari bagian tengah batang agar matanya tidak
terlalu tua, tetapi juga tidak terlalu muda. Perbanyakan dengan biji hanya
dilakuan oleh pemulia tanaman dalam mencari varietas unggul. Asal stek,
diameter bibit, ukuran stek, dan lama penyimpanan bibit berpengaruh terhadap
daya tumbuh dan produksi ubi kayu. Bibit yang dianjurkan sebagai berikut :
-
Stek berasal dari batang bagian
tengah yang sudah berkayu
-
Berumur cukup tua, 10 – 12 bulan
-
Panjang 15-20 cm
-
Diameter 2-3 cm
- Tanpa
Penyimpanan
2.
Penyiapan
Lahan
Pengolahan
tanah bertujuan antara lain adalah untuk memperbaiki struktur tanah. Tanah yang
baik untuk budi daya ubi kayu seharusnya memiliki struktur remah atau gembur,
sejak fase awal pertumbuhan tanaman hingga panen. Pengolahan tanah juga
bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma. Hal ini dilakukan agar ubi kayu
tidak bersaing dengan berbagai gulma dalam mengambil hara tanah, pupuk dan air.
Selain itu pengolahan tanah pada ubi kayu juga bertujuan untuk menerapkan
sistem konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya erosi. Hal ini
penting dilakukan agar kesuburan tanah tetap lestari, karena sentra ubi kayu
didominasi lahan-lahan yang relatif peka erosi.
Penyiapan
lahan dapat dilakukan dengan tiga cara pengolahan tanah sebagai berikut.
1.
Guludan : cara pengolahan tanah
dengan membuat guludan – guludan, terutama untuk daerah – daerah yang sistem
drainasenya kurang baik atau untuk penanaman pada musim hujan.
2.
Hamparan : cara pengolahan tanah
dengan dibajak atau dicangkul 1 – 2 kali, kemudian tanah tersebut dirotor
(dicampur dan diratakan) pada seluruh hamparan lahan yang tersedia. Pengolahan
tanah cara hamparan cocok untuk daerah – daerah kering atau daerah yang sistem
drainasenya baik.
3.
Bajang : cara pengolahan tanah
dengan membuat lubang tanam, misalnya ukuran 100 cm x 100 cm x 50 cm, kemudian
tiap lubang tanam diisi dengan pupuk organik (kotoran ternak, kompos).
Pengolahan tanah cara bajang disebut sistem mukibat.
3.
Penanaman
Pola
tanaman harus memperhatikan musim dan curah hujan. Pada lahan tegalan atau
kering, waktu tanam paling baikk adalah awal musim hujan atau setelah panen
padi. Jarak tanam yang umum digunakan dalam pola monokultur ada beberapa
alternatif yaitu 100×40 cm, 125×50 cm, atau 120×40.
Cara tanam pangkal
stek dipotong rata atau runcing. Pangkal stek yang dipotong miring akan
berdampak pada pertumbuhan akar yang tidak merata. Tanamlah stek dalam posisi
vertical. Stek yang ditanam dalam posisi lain (miring 450 dan
horizontal), akarnya tidak terdistribusi secara merata. Volume akar di tanah
dan penyebarannya berpengaruh pada jumlah hara yang dapat diserap tanaman,
selanjutnya berdampak pada produksi. Jangan terbalik, pemotongan ujung stek
meruncing, membantu agar stek tidak ditanam terbalik.
Kedalaman
tanam 5 – 10 cm atau 1/3 batang stek pada musim hujan maupun musim kemarau. Hal
ini terkait dengan kelembaban tanah untuk menjaga kesegaran stek. Disarankan
menanam dalam keadaan tanah gembur dan lembab. Tanah dengan kondisi ini akan
menjamin kelancaran sirkulasi O2 dan CO2 serta
meningkatkan aktivitas mikrobia tanah. Keadaan ini dapat memacu pertumbuhan
daun untuk menghasilkan fotosintat secara maksimal yang akan ditranslokasikan
ke tempat penyimpanan cadangan makanan (ubi) Ubi kayu secara maksimal.
E.
PEMELIHARAAN
1.
Penyulaman
Bibit
yang mati atau abnormal harus disulam. Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan
seawal mungkin, yaitu kisaran umur 1 – 4 minggu setelah tanam. Keterlambatan
waktu penyulaman akan menyulitkan pemeliharaan tanaman karena umur dan fase
tanaman tidak seragam. Cara penyulaman yaitu dengan mencabut bibit yang mati
atau abnormal kemudian langsung menggantikannya dengan bibit yang baru.
2.
Pengairan
Kondisi
lahan Ketela pohon dari awal tanam sampai umur 4 – 5 bulan hendaknya selalu
dalam keadaan lembab, tidak terlalu becek. Pada tanah yang kering perlu
dilakukan penyiraman dan pengairan dari sumber air yang terdekat. Pengairan
dilakukan pada saat musim kering dengan cara menyiram langsung. Waktu pengairan
yang paling baik adalah pagi hari atau sore hari, saat suhu udara tidak terlalu
panas dan sinar matahari tidak terlalu terik.
3.
Penyiangan
Penyiangan
sebaliknya dilakukan minimal dua kali selama pertumbuhan tanaman ubi kayu, yaitu
pada kisaran umur 3 – 4 minggu dan 2 – 3 bulan setelah tanam. Tiap penyiangan
diikuti dengan pembubuhan. Cara penyiangan yaitu dengan mencabut atau
membersihkan (gulma) dari lokasi kebun.
4.
Pemupukan
Tanaman ubi
kayu memerlukan pupuk dalam penanaman, karena unsur hara yang diserap oleh ubi
kayu per satuan waktu dan luas lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan
yang berproduktivitas tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa hara terbawa
panenuntuk setiap ton umbi segar adalah 6,54 Kg N, 2,24 P2O5,
dan 9,32 Kg K2O/ha/musim atau pada tingkat hasil 30 ton/ha sebesar
147,6 Kg N, 47,4 Kg P2O5, dan 179,4 Kg K2O/ha/musim.
Hara tersebut harus diganti melalui pemupukan setiap musim. Tanpa pemupukan
akan terjadi pengurasan hara, Sehingga kesuburan hara menurun dan produksi ubi
kayu akan menurun. Berikut adalah dosis pupuk yang berimbang untuk budi daya
ubi kayu :
-
Pupuk Organik : 5 – 10 ton/ha setiap musim tanam
-
Urea : 150 – 200 Kg/ha
-
SP36 : 100 Kg/ha
-
KCl :
100 – 150 Kg/ha
Tehnik pemberian dosis pupuk untuk tanaman ubi kayu
adalah, berikan pupuk organik + 1/3 Urea + 1/3 KCl sebagai pupuk dasar pada
saat pengolahan lahan. Lalu sisa dosis diberikan pada bulan ketiga atau keempat.
5.
Pembubuhan
Tujuan pembubuhan
adalah untuk menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan drainase tanah,
serta menjaga tanaman ubi kayu agar tidak mudah rebah. Waktu ideal untuk
pembubuhan adalah 1 bulan sekali, akan tetapi untuk efisiensi tenaga dan waktu
pembubuhan dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyiangan. Cara
pembubuhan dengan menggemburkan tanah di sekitar batang kemudian menimbunkan
tanah pada bagian pangkal batang hingga membentuk guludan kecil.
6.
Pembuangan
Tunas
Tiap batang tanaman ubi
kayu biasanya dapat tumbuh lebih dari dua tunas. Tanaman yang bertunas terlalu
banyak, tumbuh rimbun (rindang) mengakibatkan batang tanaman kecill sehingga
kurang baik dijadikan bibit pada musim tanam berikutnya. Tiap tanaman ideal
dipelihara 1 – 2 tunas atau cabang. Waktu yang tepat saat pembuangan tunas atau
cabang yaitu ketika tanaman berumur 1 – 1,5 bulan setelah tanam.
F.
HAMA
DAN PENYAKIT
1.
Hama
Hama
penting yang menyerang tanaman ubi kayu adalah sebagai berikut.
a.
Tungau
Daun Merah
1.
Ciri
– ciri hama
- Berukuran
kecil ± 1 mm, berkaki empat pasang ditumbuhi rambut – rambut, dan kakinya
bersegmen.
- Serangan
betina dewasa meletakkan telur di dekat urat – urat daun. Telur berwarna
kuning, berdiameter ± 0,25 mm.
- Nimfa
terdiri dari tiga intisar, perbedaan tiap intisar terletak pada warna dan
pasangan kaki.
2.
Cara
menyerang dan gejala seranagan
- Hama
menyerang tanaman ubi kayu berumur 4 – 7 bulan, terutama pada musim kemarau.
- Menyerang
tanaman dengan cara menghisap cairan daun sehingga daun berubah warna dari
hijau menjadi berbintik – bintik kemerah – merahan. Serangan diawali dari daun
– daun tua, kemudian menjalar ke daun – daun muda.
- Serangan
berat dapat menyebabkan daun regas dan rontok, bahkan terkadang dibagian ubinya
terdapat suatu lingkaran berwarna kebiru – biruan.
3.
Pengendalian
-
Pengendalian non kimiawi, dengan cara
pemangkasan daun yang terserang berat untuk dibakar, rotasi tanaman, dan
penanaman varietas yang tahan.
- Pengendalian
kimiawi, dengan cara pengaplikasian pestisida (insektisida).
b.
Uret
(lepholis rorida Rabr. Sin. Xylemthropus spp.)
1.
Ciri
– ciri hama
- Kumbang
berukuran 2 – 2,5 cm, bagian dada berwarna hitam sampai cokelat, sayap berwarna
cokelat cerah dengan tepi perut putih.
- Stadium
hama yang menyerang tanaman ubi kayu adalah larva (uret). Uret umumnya dijumpai
pada kedalaman 15 – 35 cm didalam tanah.
2.
Cara
menyerang dan gejala serangan
-
Hama memakan baik
bagian tanaman atau stek yang ada didalam tanah maupun akar yang sedang tumbuh.
-
Gejala serangan di
permukaan tanah : daun – daunnya layu, menguning, dan akhirnya mengering.
Serangan hama umumnya terjadi pada tanah yang kering, lembab, dan gembur.
3.
Pengendalian
- Nonkimiawi,
dengan cara mencari dan menangkap uret untuk dimusnahkan, rotasi tanaman,
sanitasi kebun dari sampah atau limbah, dan musuh alami tawon (Campsomeris).
c.
Anai
– anai atau Rayap (Macrotermes gilvus Hag.)
1.
Ciri
– ciri hama
- Hidup
berkelompok dan membuat sarang dalam tanah
- Serangga
dewasa bersayap dan dapat terbang
- Kehidupan
rayap dibagi dalam kasta – kasta.
2.
Cara
menyerang dan gejala serangan
- Merusak
pangkal batang atau stek ubi kayu yang baru ditanam
- Kulit
dan bagian batang rusak tidak teratur dan penuh dengan kotoren tanah.
3.
Pengendalian
- Nonkimiawi,
memasang pasak bilah bambu ditengah – tengah pangkal stek yang baru ditanam
untuk mengalihkan serangan pada akar
- Kimiawi,
aplikasi insektisida yang mangkus.
d.
Kutu
Sisik (Pseudaulacapsis sp)
1.
Ciri
– ciri hama
- Kutu
betina berbentuk pipih, diameter 2 – 2,5 mm, berwarna abu –abu dengan bekas
pembungkus kulit berwarna gelap
-
Nimfa muda berwarna
merah, kemudian berubah menjadi putih pada punggungnya.
2.
Cara
menyerang dan gejala serangan
-
Menyerap cairan bagian
daun dan tangkai tanaman
-
Menyebabkan tanaman
kerdil, seranagan berat menyebabkan keriting daun atau mati pucuk.
3.
Pengendalian
-
Nonkimiawi, rotasi
tanaman dan memangkas bagian yang terserang
- Kimawi,
, aplikasi insektisida yang mangkus.
e.
Babi
Hutan
Hama ini hanya
menyerang pertanaman ubi kayu di pinggir hutan. Seluruh bagian tanaman
dirusaknya, terutama ubi ubinya. Pengendaliannya dengan cara mengadakan
pemburuan, membuat pagar kuat di sekeliling kebun, menjaga atau menghalaunya,
dan menggunakan racun (insektisida).
2.
Penyakit
Penyakit penting yang
sering menyerang tanaman ubi kayu adalah sebagai berikut.
a.
Layu
Bakteri
1.
Penyebab
dan lingkungan hidup penyakit
- Penyebab
layu adalah bakteri Pseudomonas
solanacearum E.F Smith
- Banyak
dijumpai pada daerah yang tingkat kelembabannya tinggi, dan dapat bertahan lama
dalam tanah.
2.
Gejala
serangan
- Daun
layu mendadak seperti tersiram air panas, akar dan batang hingga ubi busuk
lunak berlendir yang berbau asam atau anyir
- Serangan
berat dapat menyebabkan kematian pada tanaman.
3.
Pengendalian
- Menggunakan
varietas yang tahan seperti Adira 1, Adira 2 dan Muara, dan rotasi tanaman.
b.
Bercak
Daun Bakteri
1.
Penyebab
dan lingkungan hidup penyakit
- Penyebabnya
adalah bakteri Xanthomonas manihotis, sering
disebut “CBG” (Cassava Bacterial Blight)
- Menyerang
pada daerah yang curah hujan tinggi.
2.
Gejala
serangan
Terjadi
becak – bercak bersudut pada daun, seolah – olah tembus cahaya, kemudian layu,
bergetah, daun mengering dan menggantung akhirnya tanaman mati.
3.
Pengendalian
- Menggunakan
varietas yang tahan, memotong dan memusnahkan bagian tanaman yang sakit berat,
dan rotasi tanaman.
c.
Bercak
Daun Cokelat
1.
Penyebab
dan lingkungan hidup penyakit
- Penyebab
adalah cendawan Cercospora heningsii
- Menyerang
pada daerah yang berkelembaban tinggi
2.
Gejala
serangan
Daun
yang terserang akan terlihat bercak – bercak cokelat, mengering, lubang –
lubang kecil, dan jaringan daun mati.
3.
Pengendalian
- Menggunakan
varietas yang tahan, memotong dan memusnahkan bagian tanaman yang sakit berat,
pelebaran jarak tanam, dan sanitasi kebun.
d.
Bercak
Daun Konsentris
1.
Penyebab
dan lingkungan hidup penyakit
- Penyebab
adalah cendawan phoma phyllostica
- Lingkungan
hidup adalah daerah yang berkelembaban tinggi.
2.
Gejala
serangan
- Daun
berbecak kecil dengan titik – titik pada bagian tengah, terutama pada bagian
daun – daun muda
- Serangan
berat menyebabkan daun layu dan berguguran.
3.
Pengendalian
- Menggunakan
varietas yang tahan, memotong dan memusnahkan bagian tanaman yang sakit berat,
pelebaran jarak tanam, dan sanitasi kebun.
G.
PANEN
DAN PASCA PANEN
1.
Panen
Kriteria
utama umur panen ubi kayu adalah kadar pati optimal, yakni pada saat tanaman
berumur 7 – 9 bulan. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan daun mulai berkurang,
warna daun mulai agak menguning, dan banyak daun yang rontok. Sifat khusus ubi
kayu ialah bobot ubi kayu meningkat dengan bertambahnya umur tanaman, sedangkan
kadar pati cenderung stabil pada umur 7 – 9 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa
umur panen ubi kayu fleksibel. Tanaman dapat dipanen pada umur 7 bulan atau
ditunda hingga 12 bulan. Namun penundaan umur panen hanya dapat dilakukan di
daerah beriklim basah dan tidak sesuai di daerah beriklim kering. Berikut
adalah tehnik panen yang benar :
- Buanglah
batang – batang ubi kayu terlebih dahulu.
- Tinggalkan
pangkal batang + 10 cm untuk memudahkan pencabutan
- Cabutlah
tanaman dengan tangan menggunakan tenaga dari seluruh tubuh, sehingga
umbinya dapat diangkat keluar dari tanah.
Pada tanah berat, pakailah alat
pengungkit berupa sepotong bambu atau kayu. Ikat pangkal batang dengan kayu,
ujung pengungkit diletakkan di atas bahu, kemudian angkatlah perlahan – lahan
ke atas.
2.
Pasca
Panen
Hasil ubi kayu biasanya
dalam bentuk ubi segar. Penanganan pasca panen ubi segar meliputi tahap – tahap
sebagai berikut :
1. Pengumpulan
Hasil
Kumpulkan
hasil panen ubi di tempat (lokasi) yang strategis, yaitu tempat yang aman dan
mudah dijangkau oleh angkutan
2. Sortasi
Pilih
dan pisah – pisahkan ubi yang baik dari ubi yang memar atau rusak, dan
berdasarkan ukuran ubi
3. Penyimpanan
- Membuat
lubang dalam tanah, ukuran sesuikan jumlah ubi yang akan disimpan
- Memberikan
alas dasar lubang dengan daun – daun, misalnya daun nagka atau daun ubi kayu
- Masukkan
ubi kayu secara teratur, kemudian tutup dengan daun – daun segar atau jerami
- Masukkan
ubi pada lapisan kedua dan seterusnya hingga lubang tersebut terisi beberapa
lapis ubi. Tiap lapisan ubi ditutup daun – daun segar atau jerami
- Timbun
lubang berisi ubi dengan tanah sampai permukaan lubang berbentuk cembung.
BAB III
KESIMPULAN
Ubi kayu,
yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau singkong, adalah tanaman musiman
tropika dan subtropika. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil
karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Merupakan umbi atau akar pohon yang
panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm,
tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau
kekuning-kuningan.
Peningkatan
produktivitas tanaman pangan khususnya pengembangan ubikayu merupakan salah
satu upaya yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang lebih besar pada
produksi tanaman pangan mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
-
Aman. 2013. Makalah Ubi
Kayu. http://amanforever95.wordpress.com
/2013/04/28/makalah-ubi-kayu/
(diakses pada tanggal 9 November 2013).
-
Balitkabi. 2012.
Budidaya Ubi Kayu. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/hasil-penelitian/
ubi-kayu/224-budidayaubikayu.html
(diakses pada tanggal 9 November 2013).
-
Rahmat Rukmana, H. Ir. 1997. Ubi
Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.
-
Yanto, Hery. 2013.
Makalah Budiday Ubi Kayu. http://heryantos.blogspot.
com/2013/04/makalah-budidaya-ubi-kayu-manihot.html
(diakses pada tanggal 9 November 2013).