MAKALAH ORGANISME PENGGANGGU
TANAMAN
PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera Litura)
PADA TANAMAN KEDELAI
MUHAMMAD GHUFRON ABDILLAH
NIM. 1104020009
FAKULTAS PERTANIAN AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
TAHUN 2013
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kedelai,
(Glycine max (L) Merril ), sampai
saat ini diduga berasal dari kedelai liar China, Manchuria dan Korea. Rhumphius
melaporkan bahwa pada tahun 1750 kedelai sudah mulai dikenal sebagai bahan
makanan dan pupuk hijau di Indonesia.
Kedelai
merupakan salah satu tanaman sumber protein yang penting di Indonesia.
Berdasarkan luas panen, di Indonesia kedelai menepati urutan ke-3 sebagai
tanaman palawija setelah jagung dan ubikayu. Rata-rata luas pertanaman per
tahun sekitar 703.878 ha, dengan total produksi 518.204 ton.
Dibandingkan
luas panen, hasil per hektar dan produksi kedelai dari tahun 1972 sampai dengan
1975, berangsur-angsur naik dari tahun ke tahun. Tetapi kemudian mengalami
penurunan pada tahun 1976 dan 1977, terutama luas panen dan produksinya. Pada
tahun 1978 luas panennya meningkat kembali dengan nyata, akan tetapi
produksinya tetap rendah karena hasil per hektar merosot. Areal panen dalam
tahun 1976 menurun, karena berlangsungnya impor dalam jumlah besar dengan tingkat
harga jual yang lebih rendah didalam negri. Pengaruh harga jual yang rendah
akibat kedelai impor masih dirasakan hingga menjelang musim tanam 1977.
Masalah kedelai
impor akhirnya medapat sorotan dari kalangan luas. Oleh karena itu pemerintah
mulai menangani masalah tersebut dengan mengatur volume dan waktu penyaluran
yang tepat, sehingga tingkat harga jual dipasar mulai membaik kembali dalam
tahun 1977,bahkan sampai pada tingkat harga yang lebih tinggi dibanding dengan
masa-masa sebelumnya. Perkembangan harga tingkat jual yang baik ini merangsang
petani untuk bergairah kembali dibidang perkedelaian. Akan tetapi curah hujan
yang berlebihan dalam tahun 1978 menyebabkan tingkat hasil panen per hektar
rendah dan karenanya produksi tahun 1978 rendah walaupun luas panen meningkat.
Penduduk
Indonesia umumnya masih hidup dibawah standar gizi yang tidak menjamin
kehidupan (vitalitas). Menurut hasil Widya Karya Pengadaan Gizi, standar yang
diperlukan penduduk Indonesia setiap hari sebesar 2100 kalori/orang dengan
konsumsi protein 46 gram. Tetapi kenyataannya, konsumsi kalori rata-rata baru
mencapai 1700 dan konsumsi protein berkisar rata-rata antara 37 sampai 39 gram.
Kesadaran
masyarakat terhadap menu makanan yang bergizi dibarengi dengan peningkatan
jumlah penduduk dan pendapatan per kapita menyebabkan kebutuhan kedelai makin
meningkat. Menurut perkiraan kebutuhan kacang-kacangan termasuk kedelai,
meningkat sebesar ±7,6% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi diatas
terpaksa diimpor. Sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan manakala produksi di
dalam negri dapat dikembangkan sejalan
dengan meningkatnya tuntutan kebutuhan, mengingat potensi yang ada sangat
besar.
B.
TUJUAN
1. Bagaimana siklus hidup ulat grayak (Spodoptera
litura) ?
2. Bagaimana kerusakan yang disebabkan
ulat grayak (Spodoptera litura) ?
3. Bagaimana pengendalian ulat grayak (Spodoptera
litura) ?
C.
MANFAAT
1. Mengetahui siklus hidup ulat grayak
(Spodoptera litura).
2. Mengetahui kerusakan yang disebabkan
ulat grayak (Spodoptera litura).
3. Mengetahui pengendalian ulat grayak
(Spodoptera litura).
TINJAUAN PUSTAKA
PENGENDALIAN HAMA DAN
PENYAKIT PENTING SECARA TERPADU
Faktor-faktor yang sering menyebabkan rendahnya hasil
kedelai di Indonesia antara lain: kekeringan, banjir, hujan terlalu besar pada
saat panen, serangan hama, dan persaingan dengan rerumputan (gulma). Pandangan
petani yang masih menganggap kedelai sebagai tanaman sampingan juga
mengakibatkan rendahnya tingkat teknologi budaya untuk tanaman kedelai. Kedelai
merupakan tanaman tanah kering, sehingga dapat menyebabkan gangguan gulma. Bila
pemeliharaannya kurang intensif, tanaman kedelai akan disaingi oleh gulma,
akibatnya hasil panen akan menurun.
Serangan hama dan penyakit pada kedelai merupakan
kendala utama dalam meningkatkan produksi kedelai. Menyempitnya keragaman
genetik tanaman dan usaha peningkatan produksi yang kurang memperhatikan
faktor-faktor lingkungan yang menjaga populasi hama, yaitu dengan penggunaan
pestisida yang berlebihan, merupakan penyebab meledaknya populasi organisme
penggangu. Oleh karena itu, pengendalian hama secara terpadu (PHT) sangat
penting untuk diterapakan agar faktor pengendali alami seperti iklim, musuh
alami, dan kompitator dapat bekerja optimal. Pestisida hanya di gunakan bila
populasi organisme pengganggu tanaman sudah mencapai ambang kendali.
Menurut Pracaya (2005) Spodoptera
litura F. disebut ulat grayak karena ulat ini dalam jumlah yang sangat
besar sampai ribuan menyerang dan memakan tanaman pada waktu malam hari
sehingga tanaman akan habis dalam waktu yang singkat. Pada waktu pagi hari
petani melihat tanaman yang telah rusak, sedangkan hamanya sudah tidak ada,
bersembunyi di dalam tanah. Ulat grayak termasuk dalam keluarga Noctuidae, yang
berasal dari bahasa Latin noctua yang artinya burung hantu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Daur
hidup S. litura
Menurut Kalshoven (1981) S. litura dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Bangsa : Lepidoptera
Suku : Noctuidae
Marga : Spodoptera
Jenis : Spodoptera litura (F.)
Hama ini termasuk ke dalam jenis
serangga yang mengalami metamorphosis sempurna yang terdiri dari empat stadia
hidup yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Perkembangan telur sampai
ngengat/imago relatif pendek.
a. Telur
Telur berbentuk hampir bulat dengan
bagian dasar melekat pada daun (kadangkadang tersusun dua lapis), berwarna
coklat kekuningan, diletakkan berkelompok masing-masing 25-500 butir. Telur
diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman
inang maupun bukan inang. Bentuk telur bervariasi. Kelompok telur tertutup bulu
seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina,
berwarna kuning keemasan. Diameter telur 0,3 mm sedangkan lama stadia telur
berkisarn antara 3-4 hari.
b. Larva
Larva S. litura yang baru keluar
memiliki panjang tubuh 2 mm. Ciri khas larva S. litura adalah terdapat 2
buah bintik hitam berbentuk bulan sabit pada tiap ruas abdomen terutama ruas
ke-4 dan ke-10 yang dibatasi oleh garis-garis lateral dan dorsal berwarna
kuning yang membujur sepanjang badan. Lama stadium larva 18-33 hari. Sebelum
telur menetas, larva yang baru keluar dari telur tidak segera meninggalkan
kelompoknya tetapi tetap berkelompok. Pada stadium larva terdiri dari enam
instar dan berlangsung selama 13-17 hari dengan rerata 14 hari.
c. Pupa
Menjelang masa prepupa, larva membentuk
jalinan benang untuk melindungi diri dari pada masa pupa. Masa prepupa
merupakan stadium larva berhenti makan dan tidak aktif bergerak yang dicirikan
dengan pemendekan tubuh larva. Panjang prepupa 1,4-1,9 cm dengan rerata 1,68 cm
dan lebarnya 3,5-4 mm dengan rerata 3,7 mm. Masa prepupa berkisar antara 1-2
hari. Pupa S.litura berwarna merah gelap dengan panjang 15-20 mm dan
bentuknya meruncing ke ujung dan tumpul pada bagian kepala. Pupa terbentuk di
dalam rongga-rongga tanah di dekat permukaan tanah. Masa pupa di dalam tanah
berlangsung 12-16 hari.
d. Imago
Imago (ngengat) muncul pada sore hari
dan malam hari. Pada pagi hari, serangga jantan biasanya terbang di atas
tanaman, sedangkan serangga betina diam pada tanaman sambil melepaskan feromon.
Perkembangan dari telur sampai imago berlangsung selama ± 35 hari. Faktor
density dependent (bertautan padat) yaitu faktor penghambat laju populasi hama
ini adalah sifatnya yang kanibal. Sedangkan populasi telur dan larva instar
muda dapat tertekan oleh curah hujan yang tinggi, kelembaban yang tinggi yang
mana membuat larva mudah terserang jamur. Musim kering dapat berpengaruh pada
tanah dalam menghambat perkembangan pupa.
2.
Kerusakan yang disebabkan ulat grayak
(Spodoptera litura).
Ulat ini berkembang biak sangat cepat dan bersifat
polifag, yaitu dapat hidup dengan memakan beberapa jenis tanaman. Ulat grayak
memiliki ciri khas, yaitu terdapatnya 2 bintik hitam berbentuk bulan sabit pada
ruas abdomen ke 4 dan 10 yang dibatasi oleh alur-alur lateral dan dorsal
berwarna kuning yang nemanjang sepanjang badan. Perkembangan ulat grayak
bersifat metamorfosis sempurna, terdiri atas stadia ulat, kepompong, ngengat
dan telur. Panjang ulat maksimum 5 cm.
Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara
waktu di tempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, ulat tersebut
berpencaran. Ulat tua bersembunyi di dalam tanah pada siang hari dan giat
nenyerang tanaman pada malam hari. Stadium ulat terdiri atas 6 instar yang
berlangsung selama 14 hari. Ulat instar I, II dan III, masing-masing
berlangsung sekitar 2 hari. Ulat berkepompong di dalam tanah. Stadia kepompong
dan ngengat, masing-masing berlangsung selama 8 dan 9 hari. Ngengat meletakkan
telur pada umur 2-6 hari. Telur diletakkan berkelompok dan ditutupi oleh
bulu-bulu halus berwarna coklat-kemerahan. Produksi telur mencapai 3.000 butir
per induk betina, tersusun atas 11 kelompok dengan rata-rata 200 butir per
kelompok. Stadium telur berlangsung selam 3 hari.
Ulat muda menyerang daun hingga tertinggal epidermis
atas dan tulang-tulang daun saja. Ulat tua merusak pertulangan daun hingga
tampak lobang-lobang bekas gigitan ulat pada daun.Ulat grayak mulai menyerang
tanaman kedelai sejak stadium vegetatif awal. Populasi ulat ini kemudian tumbuh
dan mencapai puncak pada tanaman berumur 38 hari. Populasi ulat meningkat lagi
setelah tanaman berumur 73 hari.
Ulat Grayak merupakan hewan
nocturnal, aktif pada malam hari untuk mencari makanan dan perilaku kawin.
Selama siang hari mereka akan bersembunyi di balik daun. Sifat perilaku
serangga herbivora yang penting dalam kaitannya dengan interaksi serangga dan
tanaman adalah tentang bagaimana langkah-langkah serangga dalam memberikan
tanggapan (respons) terhadap rangsangan (stimulus) dari tanaman sehingga
serangga herbivora datang dan memakan tanaman tersebut.
Ulat grayak bersifat kosmopolitan sehingga penyebarannya
sangat luas. Sebaran populasi ulat grayak di Pulau Jawa beragam dari waktu ke
waktu, tetapi selalu ditemukan pada sepanjang tahun. Keragaman ini disebabkan
oleh daya migrasinya yang tinggi dan sifatnya yang polipag pada berbagai
tanaman pangan, sayuran dan industri sehingga mampu bertahan hidup pada
berbagai tanaman
Ulat muda memakan daun secara bergerombol lalu
meninggalkan tulang-tulang daun dan epidermis bagian atas sehingga daun tampak
transparan. Ulat tua memakan habis daun muda, sedangkan daun tua bila diserang
akan tersisa tulang daunnya. Ulat juga menyerang polong.
Tanaman muda yang terserang akan terhambat
pertumbuhannya dan pada serangan yang berat menyebabkan kematian tanaman.
Serangan hama pada stadia pembungaan dan awal pemnbentukan polong akan
menurunkan produksi bahkan sangat mungkin menggagalkan panen. Serangan pada
tanaman umur 10 HST menyebabkan kerusakan sebesar 12,5% dan lebih 20% pada
tanaman umur lebih dari 20 HST.
3.
Pengendaliaan ulat grayak (Spodoptera litura).
1. Gilir tanaman kedelai dengan tanamna yang tidak disukai oleh ulat
grayak, misalnya tanaman selain kacang panjang, jagung, ubi jalar, bayam, dan
bawang merah.
2. Berakan tanah selama 1 bulan untuk memutus siklus hidupnya.
3. Tanam serentak dengan selisih waktu tanam kurang dari 10 hari
dihamparan yang luas sehingga masa vegetatifnya bersamaan.
4. Pantaulah lahan secara rutin dan kumpulkan telur serta ulat muda
yang biasanya mengelompok lalu musnahkan.
5. Gunakan feromonoid seks. Caranya botol plastik ukuran 1 liter
dilubangi sebanyak 8 lubang sebagai pintu masuk ngengat lalu diisi preparat
feromonoid seks. Letakan botol ini setinggi 30 – 50 cm dari permukaan ujung
tanaman secara menyebar diareal petakan sebanyak 6 buah perangkap/ha.
6. Menggunakan musuh alami ulat grayak, yaitu SINPV (sepodoptera litura nuclear polyhidrosis
virus) untuk mengembalikan ulat grayak instar I – III. SINPV ini mampu menurunkan populasi ulat sebesar 91%
dan tingkat kerusakan daun sebesar 22%, serta menyelamatkan kehilangan hasil
14% lebih tinggi dibandingkan menggunakan insektisida. Cara penggunaannya,
bagian bawah daun disemprot dengan dosis 75g/ha pada sore atau petang hari saat
ulat grayak akan melakukan serangan. Aplikasinya 2 kali seminggu.
7. Basmi tanaman dengan insektisida bila serangan mencapai ambang
kendali, yaitu :
-
Pada fase vegetatif : 10 ekor
instar 3/10 rumpun tanaman
-
Fase pembungaan dan pembentukan
polong : 13 ekor instar 3/10 rumpun tanaman, dan
-
Fase pengisiaan polong : 26
ekor instar 3/10 rumpun tanaman
Penyemprotan dilakukan saat ulat aktif melakukan penyerangan yaitu
dimalam hari.
KESIMPULAN
-
Ulat grayak merupakan hama
penting pada tanaman kedelai karna dapat menurunkan produktivitas tanaman.
Hampir 60% pertanian kedelai ditanami pada musim kemarau atau setelah padi
sehingga rawan terhadap serangan ulat grayak.
-
Pengendalian hama ulat grayak,
selain dengan cara kimiawi, Menggunakan musuh alami ulat grayak, yaitu SINPV (sepodoptera litura nuclear polyhidrosis
virus) untuk mengembalikan ulat grayak instar I – III. SINPV ini mampu menurunkan populasi ulat sebesar 91%
dan tingkat kerusakan daun sebesar 22%, serta menyelamatkan kehilangan hasil
14% lebih tinggi dibandingkan menggunakan insektisida.
DAFTAR PUSTAKA
-
Hakim, Lukman. 2012 Hama Ulat
Grayak (Spodoptera Litura) Pada
Tanaman Kedelai dan Teknik Pengendaliannya. Banda Aceh. Universitas Syiah Kuala
Darussalam,
-
Heryantos. 2013. Pengendalian
Ulat Grayak Spodoptera.
http://heryantos.blogspot.com/2013/04/pengendalian-ulat-grayak-spodoptera.html
-
HS, IR. Suprapto. 2001.
Bertanam Kedelai. Jakarta : Penebar Swadaya,
-
Muhammad, Prof Dr, Arifin.
2011. teknologi pengendalian ulat grayak. http://muhammadarifindrprof.blogspot.com/2011/02/22-teknologi-pengendalian-ulat-grayak.html,
-
Novizan, IR. 2002 Petunjuk
Pemakaian Pestisida. Jakarta : AgroMedia Pustaka,
-
T. Adisarwanto, Rini Wudianto.
1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah, Kering, dan Pasang
Surut, Jakarta : Penebar Swadaya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar