Rabu, 12 Juni 2013

Ulat grayak pada tanaman kedelai


MAKALAH ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN
PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera Litura)
PADA TANAMAN KEDELAI






 








MUHAMMAD GHUFRON ABDILLAH
NIM. 1104020009


FAKULTAS PERTANIAN AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
TAHUN 2013


PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
                Kedelai, (Glycine max (L) Merril ), sampai saat ini diduga berasal dari kedelai liar China, Manchuria dan Korea. Rhumphius melaporkan bahwa pada tahun 1750 kedelai sudah mulai dikenal sebagai bahan makanan dan pupuk hijau di Indonesia.
                Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber protein yang penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen, di Indonesia kedelai menepati urutan ke-3 sebagai tanaman palawija setelah jagung dan ubikayu. Rata-rata luas pertanaman per tahun sekitar 703.878 ha, dengan total produksi 518.204 ton.
                Dibandingkan luas panen, hasil per hektar dan produksi kedelai dari tahun 1972 sampai dengan 1975, berangsur-angsur naik dari tahun ke tahun. Tetapi kemudian mengalami penurunan pada tahun 1976 dan 1977, terutama luas panen dan produksinya. Pada tahun 1978 luas panennya meningkat kembali dengan nyata, akan tetapi produksinya tetap rendah karena hasil per hektar merosot. Areal panen dalam tahun 1976 menurun, karena berlangsungnya impor dalam jumlah besar dengan tingkat harga jual yang lebih rendah didalam negri. Pengaruh harga jual yang rendah akibat kedelai impor masih dirasakan hingga menjelang musim tanam 1977.
                Masalah kedelai impor akhirnya medapat sorotan dari kalangan luas. Oleh karena itu pemerintah mulai menangani masalah tersebut dengan mengatur volume dan waktu penyaluran yang tepat, sehingga tingkat harga jual dipasar mulai membaik kembali dalam tahun 1977,bahkan sampai pada tingkat harga yang lebih tinggi dibanding dengan masa-masa sebelumnya. Perkembangan harga tingkat jual yang baik ini merangsang petani untuk bergairah kembali dibidang perkedelaian. Akan tetapi curah hujan yang berlebihan dalam tahun 1978 menyebabkan tingkat hasil panen per hektar rendah dan karenanya produksi tahun 1978 rendah walaupun luas panen meningkat.
                Penduduk Indonesia umumnya masih hidup dibawah standar gizi yang tidak menjamin kehidupan (vitalitas). Menurut hasil Widya Karya Pengadaan Gizi, standar yang diperlukan penduduk Indonesia setiap hari sebesar 2100 kalori/orang dengan konsumsi protein 46 gram. Tetapi kenyataannya, konsumsi kalori rata-rata baru mencapai 1700 dan konsumsi protein berkisar rata-rata antara 37 sampai 39 gram.
                Kesadaran masyarakat terhadap menu makanan yang bergizi dibarengi dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita menyebabkan kebutuhan kedelai makin meningkat. Menurut perkiraan kebutuhan kacang-kacangan termasuk kedelai, meningkat sebesar ±7,6% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi diatas terpaksa diimpor. Sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan manakala produksi di dalam negri  dapat dikembangkan sejalan dengan meningkatnya tuntutan kebutuhan, mengingat potensi yang ada sangat besar.
B.      TUJUAN
1.       Bagaimana siklus hidup ulat grayak (Spodoptera litura) ?
2.       Bagaimana kerusakan yang disebabkan ulat grayak (Spodoptera litura) ?
3.       Bagaimana pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura) ?

C.      MANFAAT
1.       Mengetahui siklus hidup ulat grayak (Spodoptera litura).
2.       Mengetahui kerusakan yang disebabkan ulat grayak (Spodoptera litura).
3.       Mengetahui pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura).



TINJAUAN PUSTAKA
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING SECARA TERPADU
Faktor-faktor yang sering menyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia antara lain: kekeringan, banjir, hujan terlalu besar pada saat panen, serangan hama, dan persaingan dengan rerumputan (gulma). Pandangan petani yang masih menganggap kedelai sebagai tanaman sampingan juga mengakibatkan rendahnya tingkat teknologi budaya untuk tanaman kedelai. Kedelai merupakan tanaman tanah kering, sehingga dapat menyebabkan gangguan gulma. Bila pemeliharaannya kurang intensif, tanaman kedelai akan disaingi oleh gulma, akibatnya hasil panen akan menurun.
Serangan hama dan penyakit pada kedelai merupakan kendala utama dalam meningkatkan produksi kedelai. Menyempitnya keragaman genetik tanaman dan usaha peningkatan produksi yang kurang memperhatikan faktor-faktor lingkungan yang menjaga populasi hama, yaitu dengan penggunaan pestisida yang berlebihan, merupakan penyebab meledaknya populasi organisme penggangu. Oleh karena itu, pengendalian hama secara terpadu (PHT) sangat penting untuk diterapakan agar faktor pengendali alami seperti iklim, musuh alami, dan kompitator dapat bekerja optimal. Pestisida hanya di gunakan bila populasi organisme pengganggu tanaman sudah mencapai ambang kendali.
Menurut Pracaya (2005) Spodoptera litura F. disebut ulat grayak karena ulat ini dalam jumlah yang sangat besar sampai ribuan menyerang dan memakan tanaman pada waktu malam hari sehingga tanaman akan habis dalam waktu yang singkat. Pada waktu pagi hari petani melihat tanaman yang telah rusak, sedangkan hamanya sudah tidak ada, bersembunyi di dalam tanah. Ulat grayak termasuk dalam keluarga Noctuidae, yang berasal dari bahasa Latin noctua yang artinya burung hantu.


HASIL DAN PEMBAHASAN
1.       Daur hidup S. litura
Menurut Kalshoven (1981) S. litura dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan          : Animalia
Phylum             : Arthropoda
Kelas                 : Insekta
Bangsa              : Lepidoptera
Suku                  : Noctuidae
Marga               : Spodoptera
Jenis                  : Spodoptera litura (F.)
Hama ini termasuk ke dalam jenis serangga yang mengalami metamorphosis sempurna yang terdiri dari empat stadia hidup yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Perkembangan telur sampai ngengat/imago relatif pendek.
a. Telur
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadangkadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, diletakkan berkelompok masing-masing 25-500 butir. Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun bukan inang. Bentuk telur bervariasi. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning keemasan. Diameter telur 0,3 mm sedangkan lama stadia telur berkisarn antara 3-4 hari.
b. Larva
Larva S. litura yang baru keluar memiliki panjang tubuh 2 mm. Ciri khas larva S. litura adalah terdapat 2 buah bintik hitam berbentuk bulan sabit pada tiap ruas abdomen terutama ruas ke-4 dan ke-10 yang dibatasi oleh garis-garis lateral dan dorsal berwarna kuning yang membujur sepanjang badan. Lama stadium larva 18-33 hari. Sebelum telur menetas, larva yang baru keluar dari telur tidak segera meninggalkan kelompoknya tetapi tetap berkelompok. Pada stadium larva terdiri dari enam instar dan berlangsung selama 13-17 hari dengan rerata 14 hari.
c. Pupa
Menjelang masa prepupa, larva membentuk jalinan benang untuk melindungi diri dari pada masa pupa. Masa prepupa merupakan stadium larva berhenti makan dan tidak aktif bergerak yang dicirikan dengan pemendekan tubuh larva. Panjang prepupa 1,4-1,9 cm dengan rerata 1,68 cm dan lebarnya 3,5-4 mm dengan rerata 3,7 mm. Masa prepupa berkisar antara 1-2 hari. Pupa S.litura berwarna merah gelap dengan panjang 15-20 mm dan bentuknya meruncing ke ujung dan tumpul pada bagian kepala. Pupa terbentuk di dalam rongga-rongga tanah di dekat permukaan tanah. Masa pupa di dalam tanah berlangsung 12-16 hari.
d. Imago
Imago (ngengat) muncul pada sore hari dan malam hari. Pada pagi hari, serangga jantan biasanya terbang di atas tanaman, sedangkan serangga betina diam pada tanaman sambil melepaskan feromon. Perkembangan dari telur sampai imago berlangsung selama ± 35 hari. Faktor density dependent (bertautan padat) yaitu faktor penghambat laju populasi hama ini adalah sifatnya yang kanibal. Sedangkan populasi telur dan larva instar muda dapat tertekan oleh curah hujan yang tinggi, kelembaban yang tinggi yang mana membuat larva mudah terserang jamur. Musim kering dapat berpengaruh pada tanah dalam menghambat perkembangan pupa.
2.       Kerusakan yang disebabkan ulat grayak (Spodoptera litura).
Ulat ini berkembang biak sangat cepat dan bersifat polifag, yaitu dapat hidup dengan memakan beberapa jenis tanaman. Ulat grayak memiliki ciri khas, yaitu terdapatnya 2 bintik hitam berbentuk bulan sabit pada ruas abdomen ke 4 dan 10 yang dibatasi oleh alur-alur lateral dan dorsal berwarna kuning yang nemanjang sepanjang badan. Perkembangan ulat grayak bersifat metamorfosis sempurna, terdiri atas stadia ulat, kepompong, ngengat dan telur. Panjang ulat maksimum 5 cm.
Setelah telur menetas, ulat tinggal untuk sementara waktu di tempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, ulat tersebut berpencaran. Ulat tua bersembunyi di dalam tanah pada siang hari dan giat nenyerang tanaman pada malam hari. Stadium ulat terdiri atas 6 instar yang berlangsung selama 14 hari. Ulat instar I, II dan III, masing-masing berlangsung sekitar 2 hari. Ulat berkepompong di dalam tanah. Stadia kepompong dan ngengat, masing-masing berlangsung selama 8 dan 9 hari. Ngengat meletakkan telur pada umur 2-6 hari. Telur diletakkan berkelompok dan ditutupi oleh bulu-bulu halus berwarna coklat-kemerahan. Produksi telur mencapai 3.000 butir per induk betina, tersusun atas 11 kelompok dengan rata-rata 200 butir per kelompok. Stadium telur berlangsung selam 3 hari.
Ulat muda menyerang daun hingga tertinggal epidermis atas dan tulang-tulang daun saja. Ulat tua merusak pertulangan daun hingga tampak lobang-lobang bekas gigitan ulat pada daun.Ulat grayak mulai menyerang tanaman kedelai sejak stadium vegetatif awal. Populasi ulat ini kemudian tumbuh dan mencapai puncak pada tanaman berumur 38 hari. Populasi ulat meningkat lagi setelah tanaman berumur 73 hari.
Ulat Grayak merupakan hewan nocturnal, aktif pada malam hari untuk mencari makanan dan perilaku kawin. Selama siang hari mereka akan bersembunyi di balik daun. Sifat perilaku serangga herbivora yang penting dalam kaitannya dengan interaksi serangga dan tanaman adalah tentang bagaimana langkah-langkah serangga dalam memberikan tanggapan (respons) terhadap rangsangan (stimulus) dari tanaman sehingga serangga herbivora datang dan memakan tanaman tersebut.
Ulat grayak bersifat kosmopolitan sehingga penyebarannya sangat luas. Sebaran populasi ulat grayak di Pulau Jawa beragam dari waktu ke waktu, tetapi selalu ditemukan pada sepanjang tahun. Keragaman ini disebabkan oleh daya migrasinya yang tinggi dan sifatnya yang polipag pada berbagai tanaman pangan, sayuran dan industri sehingga mampu bertahan hidup pada berbagai tanaman
Ulat muda memakan daun secara bergerombol lalu meninggalkan tulang-tulang daun dan epidermis bagian atas sehingga daun tampak transparan. Ulat tua memakan habis daun muda, sedangkan daun tua bila diserang akan tersisa tulang daunnya. Ulat juga menyerang polong.
Tanaman muda yang terserang akan terhambat pertumbuhannya dan pada serangan yang berat menyebabkan kematian tanaman. Serangan hama pada stadia pembungaan dan awal pemnbentukan polong akan menurunkan produksi bahkan sangat mungkin menggagalkan panen. Serangan pada tanaman umur 10 HST menyebabkan kerusakan sebesar 12,5% dan lebih 20% pada tanaman umur lebih dari 20 HST.

3.       Pengendaliaan ulat grayak (Spodoptera litura).
1.       Gilir tanaman kedelai dengan tanamna yang tidak disukai oleh ulat grayak, misalnya tanaman selain kacang panjang, jagung, ubi jalar, bayam, dan bawang merah.
2.       Berakan tanah selama 1 bulan untuk memutus siklus hidupnya.
3.       Tanam serentak dengan selisih waktu tanam kurang dari 10 hari dihamparan yang luas sehingga masa vegetatifnya bersamaan.
4.       Pantaulah lahan secara rutin dan kumpulkan telur serta ulat muda yang biasanya mengelompok lalu musnahkan.
5.       Gunakan feromonoid seks. Caranya botol plastik ukuran 1 liter dilubangi sebanyak 8 lubang sebagai pintu masuk ngengat lalu diisi preparat feromonoid seks. Letakan botol ini setinggi 30 – 50 cm dari permukaan ujung tanaman secara menyebar diareal petakan sebanyak 6 buah perangkap/ha.
6.       Menggunakan musuh alami ulat grayak, yaitu SINPV (sepodoptera litura nuclear polyhidrosis virus) untuk mengembalikan ulat grayak instar I – III. SINPV ini  mampu menurunkan populasi ulat sebesar 91% dan tingkat kerusakan daun sebesar 22%, serta menyelamatkan kehilangan hasil 14% lebih tinggi dibandingkan menggunakan insektisida. Cara penggunaannya, bagian bawah daun disemprot dengan dosis 75g/ha pada sore atau petang hari saat ulat grayak akan melakukan serangan. Aplikasinya 2 kali seminggu.
7.       Basmi tanaman dengan insektisida bila serangan mencapai ambang kendali, yaitu :
-          Pada fase vegetatif : 10 ekor instar 3/10 rumpun tanaman
-          Fase pembungaan dan pembentukan polong : 13 ekor instar 3/10 rumpun tanaman, dan
-          Fase pengisiaan polong : 26 ekor instar 3/10 rumpun tanaman
Penyemprotan dilakukan saat ulat aktif melakukan penyerangan yaitu dimalam hari.



KESIMPULAN
-          Ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman kedelai karna dapat menurunkan produktivitas tanaman. Hampir 60% pertanian kedelai ditanami pada musim kemarau atau setelah padi sehingga rawan terhadap serangan ulat grayak.
-          Pengendalian hama ulat grayak, selain dengan cara kimiawi, Menggunakan musuh alami ulat grayak, yaitu SINPV (sepodoptera litura nuclear polyhidrosis virus) untuk mengembalikan ulat grayak instar I – III. SINPV ini  mampu menurunkan populasi ulat sebesar 91% dan tingkat kerusakan daun sebesar 22%, serta menyelamatkan kehilangan hasil 14% lebih tinggi dibandingkan menggunakan insektisida.
 

DAFTAR PUSTAKA
-          Hakim, Lukman. 2012 Hama Ulat Grayak (Spodoptera Litura) Pada Tanaman Kedelai dan Teknik Pengendaliannya. Banda Aceh. Universitas Syiah Kuala Darussalam,
-          Heryantos. 2013. Pengendalian Ulat Grayak Spodoptera. http://heryantos.blogspot.com/2013/04/pengendalian-ulat-grayak-spodoptera.html 
-          HS, IR. Suprapto. 2001. Bertanam Kedelai. Jakarta : Penebar Swadaya,
-          Muhammad, Prof Dr, Arifin. 2011. teknologi pengendalian ulat grayak. http://muhammadarifindrprof.blogspot.com/2011/02/22-teknologi-pengendalian-ulat-grayak.html,
-          Novizan, IR. 2002 Petunjuk Pemakaian Pestisida. Jakarta : AgroMedia Pustaka,
-          T. Adisarwanto, Rini Wudianto. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah, Kering, dan Pasang Surut, Jakarta : Penebar Swadaya,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar